Doa Satir untuk Tukang Kredit

Jeffrie Gerry
0


 Pengantar Pendek:

"Dalam dunia yang gemar berutang, tak semua doa naik ke langit; kadang tersangkut di bunga cicilan bulanan."
—Perenungan ringan dari dompet yang selalu menipis setiap tanggal tua.


Puisi Satire SEO (Seribu Kata)
"Doa Satir untuk Tukang Kredit"
Karya Pujangga Digital: Jeffrie Gerry (Japra)


Monolog Si Penagih Berdoa

Ya Tuhan,
pemilik semesta dan penyedia semua fitur cicilan,
dengan segala kerendahan saldo dan kemuliaan limit kartu kredit,
izinkan hamba-Mu yang berkemeja batik dan sepatu mengkilat ini
mengajukan satu permintaan suci:
tolong lunaskan niat-niat orang yang hanya berniat mencicil niat.

Ampuni hamba yang mengetuk pintu rumah warga
bukan untuk silaturahmi,
tapi untuk menagih motor matic, sofa empuk, dan rice cooker
yang katanya “promo bunga nol persen”—
padahal hamba tahu, bunganya tumbuh seperti rumput liar di hati kami semua.

Berilah kekuatan pada para penjual angsuran keliling,
agar tetap tersenyum walau ditolak
dengan kalimat-kalimat indah bertabur dusta:
"Nanti aja, Pak. Minggu depan ya."
"Belum gajian, Bu."
"Ada arisan keluarga yang harus didahulukan, Mas."

Bukankah arisan pun kini bisa dicicil, Tuhan?


Parodi Keimanan dalam Era Cicilan

Tuhan,
di zaman ketika pahala bisa dicicil lewat program donasi digital
dan amal dibayar lewat QR Code,
izinkan kami memasarkan sorga dalam sistem paylater.

Biarlah umat-Mu yang ingin masuk surga
bisa memilih paket:
Sorga Eceran: 12x bayar niat baik
Sorga Promo Ramadhan: cashback amal di bulan suci
Sorga Platinum: termasuk doa cepat dikabulkan dan tiket bypass hisab

Ya Tuhan,
jangan salahkan kami,
jika kami lebih percaya pada cicilan 0% ketimbang ayat tentang kesabaran.
Maafkan kami yang lebih hafal tenor 36 bulan
daripada hadis tentang menahan diri dari dunia.


Ironi Doa dari Tukang Kredit

Tuhan,
izinkan kami menyapa-Mu dalam bahasa marketing.
Karena sepertinya, doa yang dijawab lebih cepat
adalah doa yang viral, ditulis pakai caption clickbait:

"YA ALLAH! DOA INI AKAN MENGUBAH HIDUPMU (BACA SAMPAI AKHIR!)"
"7 DOA UNTUK HUTANG LUNAS, YANG NOMOR 3 BIKIN MERINDING!"

Kami bukan kufur nikmat, Tuhan,
hanya terlalu banyak promo untuk menolak.

Kami bukan tamak,
hanya terlalu sayang melewatkan "FLASH SALE AKHIRAT 3 JAM LAGI!"


Paradoks Para Pengutang

Kami ingin hidup sederhana,
tapi penuh dengan barang yang tak bisa dibayar lunas.

Kami ingin damai,
tapi tidur gelisah karena ditagih lewat pesan WhatsApp
berisi: "Yth. Bapak/Ibu, jatuh tempo sudah lewat. Mohon kerjasama dan pengertiannya."

Kami ingin kaya hati,
tapi dompet kami penuh kartu kredit—dan kosong uang tunai.

Kami ingin diberkati,
tapi berdoa sambil membandingkan promo cicilan:
"Yang ini DP-nya kecil, tapi bunganya mencekik."
"Yang itu tenornya panjang, tapi syaratnya seperti masuk surga—nyaris mustahil."


Sarkasme Cinta dalam Dunia Kredit

Tuhan,
aku mencintai-Mu,
tapi cintaku yang lebih cepat adalah pada notifikasi:
"Selamat! Anda terpilih untuk kredit tanpa jaminan hingga 50 juta rupiah!"

Ampuni aku,
yang lebih rajin baca syarat dan ketentuan promo
daripada tafsir Al-Qur'an.

Ampuni aku,
yang lebih takut ditagih debt collector
daripada diadili malaikat maut.

Ampuni aku,
yang masih memilih memperbaiki skor BI Checking
daripada memperbaiki akhlak dan niat yang rusak.


Satire Motivasi untuk Para Tukang Kredit

Wahai para pahlawan cicilan,
yang wajahnya bersinar dari sinar ring light presentasi online,
berjuanglah dengan sepenuh hati dan tabel simulasi.

Sampaikan kabar gembira pada rakyat yang lapar gaya hidup:
"Kini semua bisa punya iPhone—asal bersedia makan mi instan tiap malam."

Ingatkan kami,
bahwa segala sesuatu di dunia ini bisa dicicil,
kecuali waktu, dosa, dan umur yang makin menipis.

Dan bila nanti kami sudah lelah ditagih dunia,
semoga tak ada tagihan akhirat yang datang
dengan bunga dosa yang terus beranak pinak
karena hidup terlalu lama dalam ilusi ‘nanti bisa dibayar belakangan’.


Penutup Monolog

Tuhan,
ini bukan doa minta kaya,
ini hanya satir kecil dari hati yang mulai jenuh
melihat dunia menjual angan dalam bungkusan promo instan.

Berilah kami kekuatan untuk hidup sederhana,
meski iklan terus memanggil dengan nada manis:
"Beli sekarang, bayar nanti."
"Masa depan cerah, walau tabungan suram."

Berilah kami kecerdasan spiritual untuk membedakan:
mana kebutuhan, mana keinginan,
mana utang yang pantas, mana kebodohan yang berbungkus tren.


Pesan Positif dari Puisi Ini:

Puisi ini bukan untuk mencemooh mereka yang berjualan,
bukan untuk menertawakan mereka yang berutang,
bukan pula untuk mengejek gaya hidup siapa pun.

Puisi ini hanyalah cermin satire yang berusaha menyentil lembut:
bahwa hidup ini tak seharusnya dibangun di atas tumpukan tagihan,
dan bahwa kebahagiaan sejati tidak bisa dicicil.


Puisi Ini Diberikan Untuk:

Untuk tukang kredit yang jujur,
untuk pelanggan yang beritikad baik,
untuk para pengiklan yang bijak,
dan untuk kita semua—yang diam-diam mencicil sesuatu:
cita-cita, pengampunan, atau bahkan... kebahagiaan.


Sepatah Kata dari Pujangga Digital: Jeffrie Gerry (Japra):

"Dalam dunia yang sibuk menjual mimpi, satire adalah doa terakhir agar nurani kita tetap terjaga."
Semoga puisi ini menjadi candaan yang menyadarkan,
tawa yang menampar lembut,
dan doa yang tak harus dibayar lunas dengan cicilan bulanan.






Pengantar Pendek:

"Dosa bisa diampuni, cicilan? Belum tentu."
—Petuah dari dompet yang lebih banyak doa daripada isinya.


Puisi Satir SEO: Monolog Liar dan Buas
"Doa Satir Tukang Kredit: Ya Allah, Lunaskan yang Belum Tentu Bayar!"
Karya Pujangga Digital: Jeffrie Gerry (Japra)


Doa dari Tukang Kredit yang Sudah Putus Asa, Tapi Masih Ngegas

Ya Allah...
Tuhanku yang Maha Kaya,
yang tak pernah ngajuin KTA ke bank mana pun,
yang tak pernah minjam karena segalanya milik-Mu,
izinkan hamba yang tiap hari bawa map warna hijau
dan HP penuh reminder tagihan
menyampaikan doa dari dasar tabungan yang tinggal angka nol koma sekian.

Tuhanku…
ini doa, bukan somasi.
Ini tangisan spiritual…
dari jiwa tukang kredit yang lebih sering dipanggil "MAMPIR DULU, MAS"
padahal maksudnya bukan silaturahmi,
tapi "Bayar utang dong, G*blok!"


Ironi Suci di Pinggir Jalan

Hamba sudah hafal jam-jam kritis:

  • Jam 07.00: pelanggan belum bangun

  • Jam 12.00: pura-pura nggak ada di rumah

  • Jam 17.00: pura-pura ngaji

  • Jam 21.00: WA centang dua tapi tak dibalas
    (bahkan Allah pun lebih cepat membalas doa, Ya Rabb!)

Ampuni hamba,
yang sering disambut suara dari dalam rumah:
"Bilang aja saya nggak ada!"
(katanya sih gak ada, tapi lampu dapur nyala, suara TikTok kedengeran, dan bau gorengan menyengat menusuk dada...)


Parodi Promosi Syariah Penuh Bahaya

Kami bukan rentenir,
kami cuma fasilitator gaya hidup—
yang bikin orang bisa beli barang yang sebenarnya gak perlu
dengan uang yang sebenarnya gak punya,
lalu menyicil kebahagiaan yang gak pernah cukup.

Kami hadir bukan untuk menyusahkan,
tapi untuk membuatmu merasa mampu
meski gaji masih nyangkut di "Pending Transfer".

Tuhan,
bahkan malaikat pencatat amal pun bingung:
"Ini amal atau cicilan?"
"Ini wakaf motor atau utang belum lunas?"


Sarkasme dari Dunia Kredit Penuh Iman

Ya Allah,
aku lebih percaya Engkau dari semua nasabahku,
karena Engkau Maha Melihat,
sementara mereka Maha Sembunyi.

Engkau tak butuh fotokopi KTP untuk percaya,
tapi mereka butuh 1000 alasan untuk tidak bayar.

Ampuni aku,
karena aku pernah menagih sambil menangis,
bukan karena terharu…
tapi karena dompetku hanya berisi struk ATM kosong dan harapan palsu.


Monolog Tukang Kredit Liar: Keras, Jujur, Tapi Kocak

Wahai pelanggan budiman,
yang saat tanda tangan kredit seperti ingin beli surga,
tapi saat ditagih lebih licin dari ikan asin disiram oli.

Kau bilang:
"Tenang aja Mas, saya orangnya komitmen."
Komitmennya ternyata: komitmen kabur!

Kau janji bayar tanggal 10,
nyatanya tanggal 15 sudah blokir nomor kami.

Kau bilang:
"Kalau rezeki ada, saya pasti bayar."
Tapi rezekinya buat beli skin Mobile Legend,
bukan buat angsuran mesin cuci.


Satire Bahagia Ala Tukang Kredit

Kami ini pelayan rakyat,
bekerja di garis depan gaya hidup tak sadar diri.
Kami lihat rakyat lapar, tapi bukan nasi—
tapi lapar diskon, promo, dan status sosial.

Yang penting punya iPhone, walau belum lunas.
Yang penting punya sepeda listrik, walau colokan listriknya masih numpang tetangga.

Yang penting tampil keren di Instagram,
walau tagihan numpuk di kolom "SPAM" email.


Paradox Ilahi yang Kami Temui Tiap Hari

Ya Tuhan…
Kenapa orang yang paling banyak utangnya,
adalah juga yang paling sering bilang:
"Allah Maha Kaya, rezeki nggak akan ketukar."
(lalu pakai quotes itu buat ngeles waktu ditagih…)

Kenapa yang paling sering telat bayar,
adalah yang paling rajin story-in kopi 60 ribu di kafe tiap sore?

Kenapa yang katanya “gak ada duit”,
malah pas ulang tahun anaknya… sewa badut tiga,
balon warna emas, dan kue level wedding?


Doa Penutup yang Penuh Harap (dan Emosi Terpendam)

Tuhan…
Kalau suatu saat aku wafat dalam tugas,
mengejar pelanggan ke gang sempit sambil teriak "BAYAR, WOI!",
tolong sampaikan kepada malaikat Izrail:
jangan ambil nyawa mereka dulu... AMBIL DOMPETNYA DULU!

Tapi aku juga sadar,
hanya Engkaulah tempat meminjam yang tak pernah menagih.
Engkau kasih oksigen tanpa bunga,
air hujan tanpa cicilan,
dan rezeki tanpa pin ATM.


Pesan Positif (Terselip di Tengah Kekacauan Dunia Konsumtif)

Puisi ini bukan tentang menjatuhkan,
tapi tentang menyadarkan dengan tawa,
tentang hidup yang harusnya dijalani dengan akal sehat,
bukan dengan promo "Beli Sekarang, Bayar Nanti, Menyesalnya Belakangan."

Kredit bukan dosa,
asal bayar,
asal tahu batas,
asal nggak lebih mahal dari harga diri.


Puisi Ini Diberikan Untuk:

Semua tukang kredit keliling yang sabarnya level nabi,
semua nasabah yang sadar diri walau telat bayar,
semua yang tertawa sambil meringis saat baca ini karena "Wah ini gua banget."

Dan tentu saja,
buat semua manusia modern
yang masih percaya kebahagiaan bisa dicicil,
padahal yang paling mahal justru ketenangan hidup.


Sepatah Kata dari Pujangga Digital: Jeffrie Gerry (Japra):

"Tawa yang tajam lebih kuat dari ceramah yang datar."
Semoga puisi ini bisa menjadi kaca spion untuk gaya hidup kita semua.
Karena kadang, sebelum kita bangkrut secara finansial—
kita lebih dulu bangkrut secara spiritual.

Tertawalah, tapi jangan lupa bayar cicilan.



Post a Comment

0Comments

💬 Berpikirlah Sebelum Mengetik
Komentar bukan sekadar suara—ia adalah pantulan isi kepala.
Kami menyambut diskusi tajam dan santun, bukan umpatan atau basa-basi.
Tulis komentar Anda dengan nalar, bukan hanya emosi.

📝 Komentar yang relevan akan ditampilkan.
🚫 Spam, iklan terselubung, dan komentar copy-paste akan dibuang tanpa ampun.

📣 Sukai? Bagikan!
Jika artikel ini membuat Anda berpikir ulang, tertawa getir, atau merasa terusik dengan elegan,
sebarkanlah—biarkan lebih banyak orang mencerna sesuatu yang lebih dari sekadar berita pagi.

🌐 "Karena kebenaran kadang perlu dibagikan... bahkan lewat tautan."

Post a Comment (0)