Anak Domba Allah

 

Anak Domba Allah

(Puisi reflektif tentang pengorbanan dan penebusan)

Di tengah sunyi padang gersang,
di mana angin berdoa dalam bahasa debu,
berdiri seekor domba —
bukan sembarang domba,
melainkan Anak Domba Allah.

Ia tak bersuara,
namun dunia menggema karena-Nya.
Langkah-Nya lembut,
tapi bumi terbelah oleh kasih yang mengalir dari luka-Nya.

Duri jadi mahkota,
darah jadi tinta cinta,
salib jadi jembatan
antara manusia yang lupa
dan surga yang setia menunggu.

Ia datang bukan untuk menang dengan pedang,
tapi untuk kalah dengan rela,
agar kita menang dalam cinta
yang tak bisa dibeli di pasar,
tak bisa ditawar di meja kuasa.

Tangan-Nya tak mengutuk,
meski paku menembus daging.
Mata-Nya tak menghakimi,
meski dosa dunia bertumpuk di pundak-Nya.

Ia adalah yang disembelih,
tapi juga yang membangkitkan harapan.
Ia dibungkam,
agar suara kebenaran tumbuh di hati manusia.

Anak Domba Allah,
yang berjalan menuju kayu hukuman
dengan damai seorang Raja
dan tangis seorang hamba.

Post a Comment

0Comments

💬 Berpikirlah Sebelum Mengetik
Komentar bukan sekadar suara—ia adalah pantulan isi kepala.
Kami menyambut diskusi tajam dan santun, bukan umpatan atau basa-basi.
Tulis komentar Anda dengan nalar, bukan hanya emosi.

📝 Komentar yang relevan akan ditampilkan.
🚫 Spam, iklan terselubung, dan komentar copy-paste akan dibuang tanpa ampun.

📣 Sukai? Bagikan!
Jika artikel ini membuat Anda berpikir ulang, tertawa getir, atau merasa terusik dengan elegan,
sebarkanlah—biarkan lebih banyak orang mencerna sesuatu yang lebih dari sekadar berita pagi.

🌐 "Karena kebenaran kadang perlu dibagikan... bahkan lewat tautan."

Post a Comment (0)