Sunday, May 18, 2025

Humor Hitam Tentang Revolusi Setengah Hati

 


Pengantar Pendek:

"Katanya mau berubah, tapi masih pakai baju lama—takut dingin perubahan, katanya."
Puisi ini adalah cermin retak yang tetap jujur. Walau dipoles tawa getir, baris-barisnya mengajak kita merenung: revolusi macam apa yang separuh tidur, separuh galau?


Judul: Humor Hitam Tentang Revolusi Setengah Hati
Karya Pujangga Digital: Jeffrie Gerry (Japra)


(1) Doa Pembuka yang Kurang Khusyuk
Tuhan, berilah kami perubahan
Asal tidak mengganggu jam tidur siang
Berilah kami revolusi
Tapi jangan yang bikin keringat keluar lebih dari selfie

Kami ingin bangsa maju
Tapi tolong, jangan cabut subsidi mie instan dulu
Kami cinta keadilan
Selama tak menyentuh koneksi dengan om di dinas perizinan


(2) Parade Janji Palsu dengan Musik Nasionalisme Ciplakan
Bendera dikibarkan di pagi buta
Tepat setelah TikTok selesai dibuka
Kami menyanyikan lagu perjuangan
Dengan suara auto-tune dan semangat tergadai cicilan

Kami berkata: “Ini era baru!”
Sembari mengetik ulang skrip kampanye tahun lalu
Kami berteriak: “Reformasi!”
Sambil menghapus tweet lama yang terlalu transparan hati


(3) Revolusi dengan Jadwal Lembur yang Fleksibel
Kami demonstrasi dengan power bank 100 persen
Live streaming sambil jualan kaos revolusi edisi keren
Kami bakar semangat dalam orasi
Tapi takut asapnya mengganggu skincare dan privasi

Kami turun ke jalan setiap hari Kamis
Asal tidak hujan dan tak bentrok dengan jadwal Miss Universe
Kami benci sistem yang bobrok
Kecuali kalau sistem itu menyuap kami dengan voucher belanja di e-commerce


(4) Ironi Dalam Konsistensi yang Naif
Kami tak suka penindasan
Tapi bersorak saat akun bodoh dibully ramai-ramai di komentar Instagram
Kami menolak kekuasaan otoriter
Sambil diam-diam follow akun pejabat demi giveaway sepeda listrik gratis

Kami berkata: “Tak ada yang di atas hukum!”
Lalu tidur nyenyak dalam pelukan pasal abu-abu yang kami pegang
Kami minta revolusi digital
Tapi tetap percaya share hoaks karena lebih viral


(5) Parodi Demokrasi Versi Diskon Besar
Kami ikut pemilu dengan semangat
Karena katanya ada nasi bungkus dan transport
Kami pilih pemimpin karena wajahnya cocok dijadikan stiker WA
Dan slogannya paling estetik untuk konten TikTok saudara

Kami percaya suara rakyat adalah suara Tuhan
Tapi hanya kalau suara itu memihak yang kami sanjung dari tahun ke tahun
Kami menolak politik dinasti
Kecuali kalau anak ketua umum partai adalah idola kami


(6) Paradoks Paling Paripurna
Kami teriak merdeka
Sambil membiarkan otak dijajah buzzer dan headline palsu tiap senja
Kami ingin bebas
Tapi tak tahan melihat orang berbeda pendapat tanpa rasa panas

Kami bilang: “Hidup rakyat!”
Tapi mencibir rakyat yang berbeda caranya mencintai negerinya
Kami menyerukan persatuan
Tapi membagi negara jadi dua: yang satu benar, yang lain pasti salah walau belum bicara


(7) Sarkasme dalam Sajian Tiga Rasa
Tuhan, berilah kami revolusi
Yang bisa dibeli dalam bentuk paket data dan cicilan ringan
Berilah kami keadilan
Tapi biarkan kami tetap jadi admin hoaks dalam grup keluarga besar

Beri kami keberanian
Untuk bersuara lantang di Twitter, lalu minta maaf dengan template standar
Beri kami pemimpin jujur
Tapi biarkan kami tetap bangga dengan politik uang yang “lumayan buat beli rokok”


(8) Doa Panjang Buat Negeri yang Lapar dan Lupa
Ya Tuhan, jangan biarkan kami kelaparan—
kecuali kalau itu kelaparan konten buat engagement
Jangan biarkan kami ditindas—
kecuali kalau penindasnya influencer dengan 10 juta pengikut

Berkatilah kami dengan ketegasan
Tapi jangan ganggu kenyamanan zona nyaman generasi rebahan
Anugerahkan kami pemikiran terbuka
Selama tetap bisa filter siapa yang boleh berbeda dan siapa yang wajib diserang


(9) Janji Terakhir yang Sering Lupa Ditepati
Kami janji akan berubah
Setelah episode sinetron terakhir
Kami janji akan melawan
Setelah dapat cashback dari aplikasi belanja harian

Kami janji akan berpikir kritis
Asal tidak mengganggu waktu gala dinner dan selfie eksistensialis
Kami janji akan jujur
Setelah pemilu selesai dan sudah dapat jabatan cadangan dari hasil kompromi absurd


(10) Epilog dari Bangku Warung Kopi
Revolusi, katanya, dimulai dari hati
Tapi kami bingung, hati siapa? Hati-hati atau hati-hati dilukai?
Perubahan, katanya, butuh nyali
Tapi kami hanya punya modal janji dan kartu loyalty

Kami bangsa besar, katanya
Tapi seringkali terlalu besar egonya, kecil nalar dan tipis daya juangnya
Kami anak zaman yang katanya melek
Tapi matanya silau melihat kenyataan yang tak bisa disensor oleh algoritma


Pesan Positif di Akhir
Puisi ini bukan untuk mencela,
Tapi mengajak tertawa bersama, lalu diam, lalu bertanya:
Sudahkah kita benar-benar ingin berubah,
Atau hanya sedang sibuk jadi aktor dalam parodi sejarah?


Diberikan untuk:
Semua anak bangsa yang merasa lucu tapi sebenarnya serius.
Semua pemuda yang bercita-cita jadi agen perubahan, tapi masih bingung menentukan lokasi WiFi terbaik.


Sepatah Kata dari Pujangga Digital Jeffrie Gerry (Japra):
"Kadang yang paling jujur adalah lelucon, dan yang paling dalam adalah tawa yang pahit. Maka kutulis ini bukan untuk menertawakan negeri, tapi untuk membuat negeri ini bisa tertawa pada dirinya sendiri, lalu bangun, lalu jalan lagi."


Related Posts

💬 Berpikirlah Sebelum Mengetik
Komentar bukan sekadar suara—ia adalah pantulan isi kepala.
Kami menyambut diskusi tajam dan santun, bukan umpatan atau basa-basi.
Tulis komentar Anda dengan nalar, bukan hanya emosi.

📝 Komentar yang relevan akan ditampilkan.
🚫 Spam, iklan terselubung, dan komentar copy-paste akan dibuang tanpa ampun.

📣 Sukai? Bagikan!
Jika artikel ini membuat Anda berpikir ulang, tertawa getir, atau merasa terusik dengan elegan,
sebarkanlah—biarkan lebih banyak orang mencerna sesuatu yang lebih dari sekadar berita pagi.

🌐 "Karena kebenaran kadang perlu dibagikan... bahkan lewat tautan."